Laman

Rabu, 04 Januari 2012

Aquaculture Bioinformatic

Ujian Semester Ringkasan Jurnal dengan Tema Aquaculture Bioinformatic

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas bioinformatic of aquaculture mengenai pengaruh pencemaran perairan oleh pestisida yang mempengaruhi pertumbuhan dan survival rate ikan mas (Cyprinus carpio Linn) pada jurnal PERTUMBUHAN DAN SURVIVAL RATE IKAN MAS (Cyprinus carpio Linn) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PESTISIDA REGENT 0,3 G
Limbah yang masuk ke perairan, salah satunya adalah limbah yang berasal dari pertanian yakni pestisida. Pestisida yang masuk pada perairan dalam jumlah yang besar dapat bersifat racun bagi biota-biota yang hidup di perairan, antara lain adalah ikan-ikan. Ikan mas merupakan salah satu ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis penting, sehingga ikan ini banyak dibudidayakan. Selain dipelihara dalam kolam-kolam tertentu, ikan mas sering dipelihara di sawah bersama-sama dengan tanaman padi. Kelangsungan hidup ikan sangat tergantung dari kondisi perairan tempat hidupnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mas yang terpapar pestisida. 

Penelitian terdiri atas tiga tahap, yaitu :
1.      Uji Penentuan Selang Konsentrasi
Bertujuan untuk menentukan ambang daya racun lethal pestisida dengan bahan aktif fipronil terhadap ikan. Uji pendahuluan untuk menentukan selang konsentrasi menunjukkan bahwa pestisida fipronil mempunyai nilai ambang atas 10 mg/L dan ambang bawah 0,1 mg/L.
2.      Uji Definitif
Digunakan untuk menentukan nilai LC50–96 jam. Jumlah konsentrasi bahan uji sebanyak 5 buah ditambah 1 kontrol. Pada uji definitif, persentase mortalitas ikan mas tertinggi adalah pada perlakuan E dan D (96,67%) kemudian diikuti perlakuan C (86,67%), perlakuan B (83,33%), perlakuan A (16,67%), dan perlakuan K (0%).
3.      Uji Toksisitas Sublethal
Uji Toksisitas Sublethal dilakukan selama 28 hari, bertujuan untuk mengetahui pengaruh pestisida dengan bahan aktif fipronil terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan mas.
Pengumpulan data yang dilakukan pada uji ini adalah :
a.       Pertumbuhan biomassa mutlak (W)
Pertumbuhan biomassa mutlak adalah selisih antara berat basah pada akhir penelitian dengan berat basah pada awal penelitian
b.      Laju pertumbuhan spesifik (Specific Growth Rate)
c.       Kelangsungan hidup

Pestisida fipronil merupakan pestisida yang mempunyai daya racun sangat tinggi . Ikan mas (Cyprinus carpio Linn) mempunyai batas toleransi terhadap perbedaan konsentrasi pestisida yang diberikan. Semua ikan uji masih mampu bertahan hidup pada konsentrasi 0,01 mg/L dan 0,1 mg/L selama durasi penelitian (48 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan biomassa mutlak dan pengamatan laju pertumbuhan spesifik semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi pestisida.. Selain itu tingkat kelulushidupan ikan mas juga semakin menurun seiring dengan bertambahnya .
Setelah membaca dan mempelajari jurnal ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa perairan yang tercemar oleh pestisida tidak layak dilakukan untuk kegiatan budidaya. Pada dasarnya  ikan mas dapat menoleransi kadar pestisida dalam suatu perairan. Walaupun dapat bertahan, ikan mas tersebut mengalami penurunan laju pertumbuan dan juga survival rate. Dengan demikian jurnal ini sangat bermanfaat bagi pembudidaya, karena dengan membaca dan memahami jurnal ini pembudidaya dapat mengetahui apa pengaruh pestisita yang masuk pada perairan bagi kultivan. Sehingga diharapkan pembudidaya tidak mengalami kerugian akibat tercemar oleh pestisida.

Selasa, 03 Januari 2012

Bioinformatic of Aquaculture


Apa itu bioinformatika di bidang aquaculture ?

Bioinformatika itu adalah (ilmu yang mempelajari) penerapan teknik komputasional untuk mengelola dan menganalisis informasi biologis. Bidang ini mencakup penerapan metode-metode matematika, statistika, dan informatika untuk memecahkan masalah-masalah biologis, terutama dengan menggunakan sekuens DNA dan asam amino serta informasi yang berkaitan dengannya.  Kali ini kita akan membahas bionformatika di  bidang perikanan dengan seleksi family pada ikan nila ( Oreochromis niloticus ) untuk perbaikan pertumbuhan pada jurnal PERBAIKAN PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DENGAN SELEKSI FAMILI

Di Indonesia ikan nila telah dibudidayakan secara luas, namun demikian kesediaan banih unggul dengan pertumbuhan yang cepat yang menguntungkan usaha budidaya nila masih menjadi kendala utama. Berdasarkan hal tersebut perbaikan mutu genetic untuk meningkatkan produksi dan produktivitas sangat dibutuhkan.

Upaya Pemuliaan Ikan Nila
Perbaikan mutu genetic untuk meningkatkan produksi dan produktivitas pada ikan nila dapat dilakukan dengan berbagai cara
1.  Dengan melakukan introduksi jenis unggul dari luar sebagai material dasar / genetic untuk memperbaiki keragaman ikan local. Namun cara ini ada kerugianya yaitu menyebabkan pencemaran genetic
2.       Dengan melakukan persilangan hibridisasi untuk mendapat sifat unggul
3.       Dengan memanfaatkan keunggulan kelamin jantan
4.       Dengan melakukan selaksi terhadap karakter penting
5.       Dengan DNA recombinant / gene transfer/ transgenic
Teknik ini merupakan persilangan pada tingkat molecular. Pembentukan ikan transgenic melalui transfer “DNA construct” dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu, microinjection, electroporation, spermmediated transfer, biolistic, viral vectors, dan lipofection.

Selective Breeding pada Ikan Nila

1.       Karakteristik Keragaman Genetik
Keragaman genetic beberapa ras ikan nila telas diteliti dengan polimorfisme mitokondria DNA D-loop
2.       Evaluasi pertumbuhan populasi
3.       Seleksi Famili
Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa ikan hasil seleksi menunjukan respon genetic (genetic goin) yang cukup besar. Terlihat pula bahwa seleksi yang dilakukan memiliki nilai heretabilitas yang lebih tinggi pada individu jantan untuk parameter panjang, sedangkan untuk bobot heretabilitas ikan betina lebih besar

4.       Evaluasi keragaan ikan nila hasil seleksi
Kajian benih dan larva menunjukan karakter pertumbuhan benih nila hasil seleksi dan umur 40 hari lebih baik dibandingkan dengan generasi sebelumnya dan non seleksi.


Dengan adanya bionformatika di bidang aquaculture mengenai seleksi family pada ikan nila ( Oreochromis niloticus ) untuk perbaikan pertumbuhan ini sangat bermanfaat bagi para pembudidaya. Jurnal ini memberikan informasi mengenai pengembangan teknologi budidaya dan perbaikan mutu genetic dari ikan nila untuk meningkatkan produktivitas . Apabila produktivitas ikan nila meningkat maka akan sangat menguntungkan bagi para pembudidaya karena konsumsi ikan nila khususnya di Indonesia sangat besar dan hal ini dapat menjadi peluang usaha bagi para pembudidaya.

Sumber jurnal dapat di download di sini

Rabu, 14 Desember 2011

Peran SIG & Penginderaan Jauh di Bidang Perikanan

Review jurnal APLIKASI LANSAT DAN SIG UNTUK POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI




Penginderaan jauh tidak pernah lepas dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Data-data spasial hasil penginderaan jauh merupakan salah satu data dasar yang dipergunakan dalam analisis SIG. Dalam perkembangannya data-data SIG juga berguna dalam pengolahan data penginderaan jauh (Barus dan Wiradisastra, 2000). SIG sangat baik dalam proses manajemen data, baik itu data atribut maupun data spasialnya. Integrasi antara data spasial dan data atribut dalam suatu sistem terkomputerisasi yang bereferensi geografi merupakan keunggulan dari SIG.
Penginderaan jauh mempunyai kemampuan untuk menghasilkan data spasial yang susunan geometrinya mendekati keadaan sebenarnya dari permukaan bumi dalam jumlah yang banyak dan waktu yang cepat. Keadaan ini membutuhkan suatu sistem pengelolaan dan penanganan data yang tepat dan efisien sehingga informasi spasial dari citra penginderaan jauh yang diperoleh dapat berguna untuk kepentingan yang luas.
Salah satu cara yang dapat digunakan adalah teknologi yang berbasiskan komputer yang dikenal sebagai Sistem Informasi Geografis. Teknologi ini dapat melakukan pekerjaan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan penyajian data atau informasi yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dari lapangan. Data yang diperoleh dapat dikatakan aseptable dengan validitas tinggi sehingga sebelum diakuisasi dapat dilakukan analisis ekologi dan teknologi penginderaan jauh terlebih dahulu.
Manfaat dari Sistem Informasi Geografis salah satunya untuk evaluasi potensi lahan yang sesuai dengan budidaya tambak. Penentuan kesesuain lahan tambak biasanya masih menggunakan cara manual, yaitu dengan cara turun langsung ke lokasi yang dianggap memiliki potensi sebagai lahan tambak. Cara seperti ini dinilai tidak efisien karena membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Dengan adanya jurnal ini dapat memberikan alternative denagn menggunakan data penginderaan jauh ( inderaja ) dan Sistem Informasi Geografis ( SIG ) sehingga diharapkan mampu memperoleh data mengenai lahan yang potensial untuk tambak secara cepat dengan cakupan yang luas.
Pengolahan data inderaja Lansat dan Sistem Informasi Geografi terdiri dari beberapa tahap kegiatan antara lain yaitu,
·         Koreksi Radiometris
Untuk memperkecil kesalahan yang disebabkan oleh faktor awan dan atmosfer
·         Koreksi Geometris
Memperkecil kesalahan jarak antar titik sehingga dapat mendekati bidang datar
·         Analisis Visual
Mempermudah interpretasi objek lainya di darat seperti hutan, perkebunan, permukiman , dan lain lain.
·         Klasifikasi Penutup Lahan
Dilakukan secara digital dengan metode supervised
·         Potensi Lahan Untuk Tambak

Parameter yang digunakan dalam kesesuain untuk potensi tambak  adalah parameter fisik lahan, yaitu
·         Penggunaan Lahan saat ini
Lahan yang masih dapat di budidayakan untuk tambak adalah laan terbuka, rumput dan semak.
·         Topografi / Kemiringan Lahan
Lahan yang dapat dikembangkan untuk tambak yakni di sepanjang pesisir.
·         Jenis Tanah
Tanah alluvial sangat cocok untuk penggunaan tambak
·         Iklim
Curah hujan yang cocok untuk tambak adalah 1000 mm dan 2000 mm. Sedangkan jumlah bulan kering yang baik untuk tambak adalah 2 atau 3 bulan.

Jurnal ini sangat bermanfaat bagi para pembudidaya tambak dan juga bagi mahasiswa perikanan untuk menentukan lokasi yang memiliki potensi untuk tambak. Dengan jurnal ini kita dapat melakukan hasil analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis ( SIG ) dan penginderaan jauh ( inderaja ) mengenai lokasi yang memiliki potensi untuk tambak secara cepat dengan cakupan yang luas sehingga tidak perlu menghabiskan banyak waktu dan biaya yang cukup besar untuk meninjau lokasi secara langsung.
Dalam jurnal ini juga terdapat beberapa tahap pengolahan data, seingga dapat meminimalisasi kesalahan pada data. Tidak ketinggalan pula, jurnal ini dilengkapi dengan parameter fisika untuk kesesuaian potensi lahan tambak seperti pengelolaan lahan saat ini, topografi / kemiringan lahan, jenis tanah, dan iklim yang baik untuk lahan tambak.
 Contoh peta penginderaan jauh






Source : Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Dala Citra Digital Vol. 1, No. 1, Juni 2004,  Eti Purwati dkk.
 Jurnal APLIKASI LANSAT DAN SIG UNTUK POTENSI LAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI
dapat di download di sini.

Selasa, 22 November 2011

BIOTOXIC PADA PERAIRAN


TOKSIN adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis kuat. Toksin atau racun biasanya terdapat dalam tubuh hewan, tumbuhan bakteri dan makhluk hidup lainnya, merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat anti-gen dan bersifat merugikan bagi kesehatan korbannya.  Pembahasan kali ini tentang jenis-jenis racun terutama dalam tubuh mahluk yang hidup dalam air, untuk menghindari timbulnya bahaya akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan. Selain itu pengetahuan tentang struktur toksin akan membuka wawasan akan kemungkinan pemanfaatannya sebagai obat. Di Indonesia, hingga saat ini penelitian terhadap toksin marin belum banyak dilakukan. Tulisan ini akan membahas beberapa jenis toksin marin, seperti Tetodotoxin, Ciguatoxi, Paralytic shellfish poison (PSP), Amnestic shellfish poison (ASP), Diarrhetic shellfish poison (DSP) dan Neurotoxic shellfish poison (NSP). Secara biologis toksin memegang peranan penting dalam hidup binatang dalam terutama menangkap mangsa sebagai pertahanan diri dari gangguan. Secara fisiologis berfungsi pula dalam proses reproduksi. Toksin merupakan substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik, letaknya di dalam molekul dan menunjukkan aktivitas fisiologis yang kuat.  Istilah untuk toksin marin, digunakan untuk racun yang berasal dari organisme laut. Istilah lain yang ada kaitannya adalah racun atau ”bisa”. Toksin masuk ke dalam tubuh melalui mulut, sedangkan ”bisa” melalui sengatan atau gigitan.   Kebanyakan toksin ini diproduksi oleh alga (fitoplankton). Toksin terakumulasi dalam tubuh ikan yang mengkonsumsi alga tersebut atau melalui rantai makanan lain.  Yang unik dari toksin adalah tidak dapat dihilangkan atau tidak rusak dengan proses pemasakan.   Tetrodotoxin (Puffer Toxin

Paralytic Shellfish Poison
Senyawa toksik utama dari ”paralytic shellfish poison” adalah ”saxitoxin” yang bersifat ”neurotoxin”. Keracunan toksin ini dikenal dengan istilah ”Paralytic shellfish poisoning” (PSP). Keracunan ini disebabkan karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang memakan dinoflagelata beracun. Dinoflagelata adalah agen saxitoxin dimana zat terkonsentrasi di dalamnya. Kerang-kerangan menjadi beracun di saat dinoflategelata sedang melimpah karena laut sedang pasang merah atau ‘red tide’. Di Jepang bagian selatan ditemukan spesies kepiting (Zosimus aeneus), hewan ini mengakumulasi dalam jumlah besar saxitoxin. Dan dilaporkan menyebabkan kematian pada manusia yang mengkonsumsinya. Jenis plankton yang memproduksi saxitoxin adalah Alexandrium catenella dan A. tamarensis, Pyrodinium bahamense. Keracunan Saxitoxin menimbulkan gejala seperti rasa terbakar pada lidah, bibir dan mulut yang selanjutnya merambat ke leher, lengan dan kaki. Kemudian berlanjut menjadi mati rasa sehingga gerakan menjadi sulit. Dalam kasus yang hebat diikuti oleh perasaan melayang-layang, mengeluarkan air liur, pusing dan muntah. Toksin memblokir susunan saraf pusat, menurunkan fungsi pusat pengatur pernapasan dan cardiovasculer di otak, dan kematian biasanya disebabkan karena kerusakan pada sistem pernapasan.

Amnesic Shellfish Poison
Komponen utama dari amnesic shellfish poison adalah domoic acid. Domoic acid merupakan asam amino neurotosik, dimana keracunannya dikenal dengan istilah ”Amnesic shellfish poisoning”. Keracunan ini diakibatkan karena mengkonsumsi remis (”mussel”). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Nitzhia pungens dimana melalui rantai makanan, mengakibatkan remis mengandung racun tersebut. Domoic acid mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan rangsangan yang terus-menerus pada sel-sel saraf dan akhirnya terbentuk luka. Korban mengalami sakit kepala, hilang keseimbangan, menurunnya sistem saraf pusat termasuk hilangnya ingatan dan terlihat bingung dan gejala sakit perut seperti umumnya keracunan makanan. Telah dilaporkan toksin tersebut juga dapat mengakibatkan kematian.  

Neurotoxic Shellfish Poison
Komponen utama dari neurotoxic shellfish poison adalah brevitoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Brevitoxin disebut ”Neurotoxic shellfish poisoning”. Keracunan ini diakibatkan mengkonsumsi kerang-kerangan dan tiram. Toksin ini diproduksi oleh alga laut Ptychdiscus brevis dimana melalui rantai makanan mengakibatkan kerang dan tiram mengandung racun tersebut.  Gejala keracunannya meliputi rasa gatal pada muka yang menyebar ke bagian tubuh yang lain, rasa panas-dingin yang bergantian, pembesaran pupil dan perasaan mabuk.


Diarrhetic Shellfish Poison
Komponen utama Diarrhetic shellfish poison adalah okadaic acid. Komponen yang lain adalah pectenotoxin dan yessotoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Okadaic acid ini disebut ”Diarrhetic shellfish poisoning”. Keracunan ini diakibatkan mengkonsumsi kepah (mussel) dan remis (scallop). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii dimana melalui rantai makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut.  Senyawa dari klas okadaic acid ini mempunyai efek sebagai promotor tumor. Gejala utama keracunan DSP adalah diare yang akut, dimana serangannya lebih cepat dibandingkan dengan keracunan makanan akibat bakteri. Selain itu, mual, muntah, sakit perut, kram dan kedinginan. Hingga saat ini informasi ataupun penelitian yang berkaitan dengan cara penanganan dan atau pengolahan yang mampu untuk mencegah bahaya keracunan toksin tersebut belum banyak diperoleh.

– Susiana Purwantisari, Staf Pengajar di Jur. Biologi FMIPA Undip


Penyebab HAB dari Dinoflagellata
Apabila suatu alga yang memiliki racun mengalami blooming pada daerah perairan, maka sudah dipastikan akan terjadi HAB. Salah satunya adalah racun PSP (Paralytic shellfish poisson) terutama ditemukan pada dinoflagellata dari jenis Alexandrium, Gymnodinium dan Pyrodinium. (Anderson, 1996)
Pada umumnya dinoflagellata ini merupakan makanan bagi bivalvia (kerang), dengan cara menyaring dari sekitarnya (filter feeding). Dalam proses pencernaanya alkoloid yang bersifat racun bagi sistem syaraf dari mikroalgae tersebut dikenal dengan “saxoloxin” terakumulasi pada bagian tubuh kerang tersebut, sedangkan kerangnya sendiri tidak mengalami kesakitan. Namun bila kerang yang terkontaminasi ini dimakan manusia, maka akan dapat berbahaya sekali bagi kesehatan.
Di Indonesia penyebaran mikroalga penghasil toksin PSP ini belum banyak diketahui, akan tetapi kasus kejadian yang mirip dengan gejala yang ditimbulkannya setelah mengkonsumsi biota laut tercatat semakin meningkat di berbagai lokasi. Salah satunya kasus kejadian keracunan tercatat di Teluk Ambon pada bulan Juni 1994 yang mengakibatkan korban jiwa setelah mengkonsumsi kerang-kerangan yang dikoleksi dari perairan tersebut. (Widnyana et al., 1994) Diduga penyebabnya adalah kontaminasi racun atau toksin PSP dari jenis dinoflagellata Pyrodinium sp. Yang terakumulasi dalam tubuh kerang, karena pada saat kejadian keracunan di perairan ditemukan cukup melimpah jenis dari dinoflagellata beracun ini. (Sidabutar, tumpak - LIPI 1997) 
Fenomena Red Tide di Teluk Ambon
Kehadiran fitoplankton beracun di perairan di Teluk Ambon diketahui sejak kejadian fenomena “red tide” pada tahun 1994 yaitu dari spesies Pyrodinium bahamense var compressum yang telah mengakibatkan keracunan pada masyarakat setelah mengkonsumsi kerang-kerangan yang dipanen dari teluk ini (Widnyana et al., 1995) Spesies dinoflagellata ini tergolong sangat beracun (toksik) yang dapat mengakibatkan fatal bila terkonsumsi dalam jumlah tertentu. Dengan kepadatan yang rendah kehadiran spesies ini perlu diwaspadai. Di Fillipina kehadiran sel Pyrodinium ini dengan kelimpahan sekitar 200 sel per liter sudah diwaspadai dan segera dilakukan tindakan pencegahan agar bivalvia yang dibudidaya di lokasi perairan yang terkontaminasi tidak dikonsumsi oleh masyarakat pada saat itu (Corales & Gomez, 1990)

Penyebab Bloom
Perairan yang kaya dengan unsur hara akan memicu pertumbuhan populasi dengan cepat. Bila kualitas perairan cukup mendukung, maka dapat memicu terjadinya “blooming” dari beberapa spesies tertentu. Fenomena ini biasanya ditandai dengan adanya perubahan warna yang terjadi di perairan (red tide) baik skala mikro maupun makro. Pertumbuhan populasi dengan cepat mengakibatkan stok hara di perairan semakin menipis dalam waktu singkat, dan akibatnya produktifitas di daerah tersebut akan berkurang, dan akan berbahaya bagi lingkungan. Selain itu faktor fisika-kimia juga akan berpengaruh besar, demikian juga faktor biologi. (Sidabutar, 1997)


Dampak dari HAB
Menurut Kennish (1990) spesies dinoflagellata tertentu menghasilkan racun. Ketika terjadi blooming dimana kepadatannya dapat mencapai 5 x 105 1 5 sampai 2 x 106 sel/L, racun yang tertumpuk akan mematikan ikan, kekerangan dan organisme lain. Blooming dinoflagellata biasanya memberikan warna merah atau coklat pada perairan. Kondisi blooming ini dikenal dengan Red Tide.
Genera Gonyaulax dan Ptycodiscus (gymnodinium) merupakan penyebab terjadinya red tide yang toksik ini. Grahame (1987) menyatakan bahwa dua spesies yang menyebabkan blooming ini adalah Gonyaulax polyhedra dan Ptycodiscus brevis (=Gymnodinium breve). Menurut Anderson (1994) Gymnodinium breve telah mengakibatkan kematian berton-ton ikan di pantai teluk Florida dan mengakibatkan kerugian materi yang sangat besar karena terhentinya bisnis turisme dan bisnis pendukung lainnya selain, kerugian ekologis. Kasus yang sama pernah terjadi di teluk Mexico. Di teluk Walvis di pantai Afrika Selatan pada sisi Laut Atlantik pernah terjadi red-tide yang disebabkan oleh jenis Gonyaulax dan mengakibatkan kematian pada manusia yang mengkonsumsi jenis kekerangan (Charton dan Tietjen, 1988). Racun yang dihasilkan sel-sel dinoflagellata pada red tide ini dapat membunuh ikan secara langsung setelah sel-sel menembus insangnya. Pada jenis kekerangan toksin yang terakumulasi dalam hepatopancreas menyebabkan gangguan neurologi dan kelumpuhan bagi orang yang mengkonsumsinya dan dapat pula menyebabkan gangguan pencernaan/diare.